Resident Evil Village: Teror Sinematik yang Menghidupkan Kembali Kengerian Klasik
Jakarta, nintendotimes.com – Salju menutupi desa terpencil di Eropa Timur. Langit kelabu, rumah-rumah tua berdiri sunyi, dan di kejauhan terdengar lolongan makhluk yang tak sepenuhnya manusia.
Begitulah Resident Evil Village membuka kisahnya — dengan atmosfer dingin dan menekan, khas seri legendaris garapan Capcom.
Dirilis pada 7 Mei 2021, Resident Evil Village adalah kelanjutan langsung dari Resident Evil 7: Biohazard.
Namun kali ini, Capcom membawa pemain ke arah baru: dunia yang lebih terbuka, penuh eksplorasi, namun tetap mempertahankan jantung horor yang menegangkan.
Di balik setiap pintu dan lorong gelap, game ini mengingatkan kita bahwa ketakutan bukan hanya soal monster, tapi juga tentang kehilangan, cinta, dan pengorbanan.
Ethan Winters dan Pencarian yang Penuh Teror

Tokoh utama, Ethan Winters, kembali menjadi pusat cerita setelah tragedi mengerikan di Louisiana pada Resident Evil 7.
Kali ini, ia hidup tenang bersama istrinya, Mia, dan putri kecil mereka, Rose.
Namun ketenangan itu tak bertahan lama.
Malam itu, rumah mereka diserang secara brutal oleh Chris Redfield, ikon lama seri Resident Evil.
Dalam kebingungan, Ethan terbangun di desa asing — Village — tempat mimpi buruk baru dimulai.
Desa ini bukan tempat biasa.
Warganya telah berubah menjadi makhluk ganas, dan di balik semua itu berdiri empat penguasa yang mengerikan:
-
Lady Dimitrescu, vampir raksasa elegan dengan aura menakutkan.
-
Donna Beneviento, pengendali boneka yang hidup.
-
Salvatore Moreau, monster mutan dari rawa.
-
Karl Heisenberg, ilmuwan gila dengan kekuatan magnetik.
Di atas mereka semua berdiri sosok pemimpin misterius: Mother Miranda, dewi yang disembah penduduk desa dan sumber dari semua kekacauan.
Tujuan Ethan jelas — menyelamatkan Rose.
Namun di sepanjang jalan, ia menemukan bahwa perjalanan ini bukan hanya penyelamatan anak, melainkan pembongkaran rahasia kelam yang melibatkan dirinya sendiri.
Atmosfer dan Desain Dunia: Kombinasi Horor dan Eksplorasi
Capcom benar-benar memahami bagaimana membangun suasana.
Desa di Resident Evil Village bukan sekadar latar, tapi karakter hidup yang menyimpan rahasia di setiap sudutnya.
a. Dunia Semi-Terbuka
Berbeda dari pendahulunya, Village memberi kebebasan lebih untuk menjelajah.
Pemain bisa mengunjungi berbagai area — dari kastil mewah Lady Dimitrescu hingga rumah boneka Beneviento yang penuh ilusi.
Setiap lokasi memiliki gaya horor unik:
-
Kastil menawarkan ketegangan klasik dan kejar-kejaran mematikan.
-
Rumah boneka lebih psikologis, membuat pemain berhadapan dengan ketakutan batin.
-
Area rawa menghadirkan rasa jijik dan claustrophobic.
-
Pabrik Heisenberg menyuguhkan teror mekanik dan kekacauan teknologi.
b. Desain Visual
Dengan RE Engine, Capcom mencapai level realisme luar biasa.
Cahaya redup, tekstur salju, dan detail interior menciptakan kesan sinematik yang menegangkan.
Setiap bayangan dan pantulan cahaya tampak hidup, membuat pemain ragu apakah ingin terus maju atau berbalik.
c. Sound Design
Suara langkah di lantai kayu, napas berat Ethan, dan gemuruh samar dari ruang bawah tanah — semua berpadu menciptakan teror halus yang lebih menekan daripada jumpscare.
Earphone menjadi alat wajib untuk merasakan intensitasnya.
Gameplay: Evolusi dari Survival ke Action-Horror
Jika Resident Evil 7 terasa sempit dan claustrophobic, Village memperluas perspektif itu dengan perpaduan action, survival, dan puzzle.
a. Sistem Pertarungan
Pemain tetap beraksi dari sudut pandang first-person, tapi kini lebih fleksibel.
Senjata beragam: pistol, shotgun, sniper, hingga granat.
Namun amunisi tetap terbatas, menjaga esensi survival horror agar pemain berpikir dua kali sebelum menembak.
b. Elemen Crafting
Capcom memperkenalkan sistem crafting sederhana.
Dengan mengumpulkan bahan seperti rumput, bahan kimia, dan daging dari hewan liar, pemain bisa membuat item penyembuh atau peluru.
Ada juga fitur memasak bersama The Duke, pedagang misterius yang selalu muncul di tempat tak terduga.
Selain menjual senjata, ia juga memasak makanan yang meningkatkan status permanen pemain — seperti memperkuat pertahanan atau mempercepat pergerakan.
c. Puzzle dan Eksplorasi
Seperti seri klasiknya, Village tetap mempertahankan elemen teka-teki.
Mulai dari mencari kunci tersembunyi hingga menyusun simbol kuno, setiap puzzle menjadi jeda tegang di tengah pertempuran brutal.
Karakter yang Ikonik dan Tak Terlupakan
Lady Dimitrescu: Ratu Teror Elegan
Sulit membicarakan Resident Evil Village tanpa menyebut Lady Dimitrescu.
Sosok vampir raksasa bergaun putih ini langsung menjadi fenomena internet.
Tinggi menjulang (hampir 3 meter), suaranya lembut tapi mematikan, dan tatapannya menembus ketenangan pemain.
Meski kemunculannya tidak lama, karisma dan desain karakternya menjadi simbol baru dunia horor modern — bukti bahwa ketakutan bisa tampil anggun.
The Duke: Teman di Tengah Teror
Berbeda dengan pedagang di seri sebelumnya, The Duke punya kepribadian eksentrik.
Ia berbicara lembut, tapi penuh misteri.
Kehadirannya seperti oase di tengah ketegangan — tempat pemain merasa aman sejenak.
Mother Miranda: Dewa, Ilmuwan, atau Iblis?
Sebagai antagonis utama, Miranda melambangkan obsesi manusia terhadap kehidupan abadi.
Motivasinya tragis — kehilangan anak — tapi tindakannya melampaui batas kemanusiaan.
Di sinilah Resident Evil selalu unggul: menghadirkan musuh yang tidak hanya menakutkan, tapi juga manusiawi.
Horor yang Berevolusi: Dari Rumah ke Dunia Terbuka
Capcom berhasil menyeimbangkan dua hal sulit: membangkitkan nostalgia sambil memperbarui gameplay.
Bagi penggemar lama, nuansa Resident Evil 4 terasa kuat — mulai dari desa yang bisa dieksplorasi hingga sistem pedagang.
Namun bagi pemain baru, Village memberikan alur yang modern dan sinematik.
Kelebihan game ini bukan pada banyaknya darah, tapi rasa tegang yang perlahan dibangun.
Tidak ada momen benar-benar aman; bahkan di tengah keindahan desa bersalju pun, ada sesuatu yang mengintai dari bayangan.
Game ini seperti film horor interaktif — setiap keputusan, setiap langkah kecil, bisa menentukan hidup dan mati.
Pujian dan Kritik: Keseimbangan Antara Ketakutan dan Aksi
Kelebihan:
-
Visual memukau dengan atmosfer yang imersif.
-
Desain karakter kuat dan memorable.
-
Cerita solid, penuh misteri dan emosi.
-
Gameplay variatif: horor, aksi, hingga puzzle seimbang.
-
Pengisi suara dan musik latar yang sempurna.
Kekurangan:
-
Beberapa area (terutama akhir game) terasa lebih berfokus pada aksi dibanding horor.
-
Narasi tentang Mother Miranda dan asal-usul virus mold masih meninggalkan banyak pertanyaan.
-
Durasi gameplay relatif singkat bagi gamer hardcore (8–10 jam).
Namun meski begitu, Resident Evil Village tetap menjadi salah satu game horor terbaik dekade ini, menggabungkan ketegangan klasik dengan teknologi modern yang halus.
Penutup: Teror, Emosi, dan Keindahan dalam Satu Dunia
Pada akhirnya, Resident Evil Village bukan hanya tentang monster atau peluru.
Ia adalah kisah tentang seorang ayah yang berjuang melawan mimpi buruk demi anaknya.
Tentang kehilangan, cinta, dan batas tipis antara manusia dan iblis.
Capcom membuktikan bahwa horor bisa indah.
Desa bersalju itu mungkin menyeramkan, tapi di balik setiap langkah Ethan, kita belajar satu hal:
“Ketakutan tidak selalu datang dari luar — kadang, ia tumbuh dari dalam diri yang kehilangan.”
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Gaming
Baca Juga Artikel Dari: Cooking Mama: Dari Dapur Virtual ke Dunia Nyata, Game Memasak yang Menghangatkan Hati
