Devil May Cry: Kisah Iblis, Gaya Bertarung Stylish, dan Evolusi

Jakarta, nintendotimes.com – Ada masanya game bertema iblis hanya dipandang sebagai horor atau kegelapan. Tapi semua berubah ketika Devil May Cry hadir dan memutarbalikkan persepsi itu. Tiba-tiba, iblis bisa keren, bisa witty, dan bahkan bisa jadi karakter utama yang kita dukung dengan sepenuh hati.
Devil May Cry (DMC) bukan cuma game hack-and-slash biasa. Ia adalah simbol dari gaya bertarung stylish, karakter ikonik, dan desain dunia gothic-modern yang begitu khas. Dirilis pertama kali pada tahun 2001 oleh Capcom, game ini sejatinya lahir dari eksperimen awal yang gagal—dev team DMC awalnya membuat prototipe Resident Evil 4. Tapi saat desainnya terlalu “aksi” dan bergaya, Capcom memutuskan: “Let’s make this its own thing.”
Dan keputusan itu terbukti jenius.
DMC memperkenalkan kita pada Dante—setengah manusia, setengah iblis, dan 100% cool. Dengan rambut perak panjang, mantel merah menyala, dan mulut yang suka nyeletuk sinis di tengah pertarungan, Dante langsung jadi ikon di dunia game. Ia tak hanya bertarung, tapi juga menari di medan perang dengan gaya akrobatik dan senjata keren: dari pedang Rebellion sampai pistol Ebony & Ivory.
Bagi generasi gamer tahun 2000-an, DMC bukan sekadar game aksi. Ia adalah bagian dari pembentukan selera. Dari gaya berpakaian hingga selera musik rock, banyak yang mengaku terpengaruh karakter-karakter DMC.
Sistem Gameplay Stylish Rank yang Bikin Ketagihan
Salah satu elemen paling revolusioner dalam Devil May Cry adalah sistem pertarungannya. Game ini tidak hanya meminta kita menang, tapi juga menang dengan gaya. Makin banyak kombinasi serangan yang kamu lakukan tanpa terkena hit, makin tinggi rating gayamu—dari “Dull” hingga “Smoking Sexy Style.”
Kombinasi ini bukan cuma hiasan. Setiap peringkat “Stylish” yang tinggi memberimu lebih banyak orb (mata uang dalam game), dan membuka akses ke senjata serta ability baru. Bahkan ada pemain yang berambisi menyelesaikan game dengan rangkaian combo tak terputus—sebuah tantangan tersendiri yang memicu komunitas speedrun dan video combo showcase.
Gameplay DMC menuntut kita untuk:
-
Menguasai timing saat ganti senjata atau men-dash menghindari serangan.
-
Berimprovisasi dalam combo agar tidak terlihat repetitif.
-
Memanfaatkan senjata dengan fungsi unik, seperti Agni & Rudra untuk combo area, atau Nevan yang bisa menyerang sambil menghasilkan efek gitar listrik.
Setiap game dalam seri DMC selalu memperkenalkan variasi gameplay baru:
-
DMC3 memperkenalkan Style Switch, seperti Trickster dan Swordmaster.
-
DMC4 mengenalkan Nero dengan Devil Bringer, tangan iblis yang bisa grappling.
-
DMC5 menggabungkan semuanya dengan sistem character switch (Dante, Nero, dan V).
Dan yang paling menarik: meskipun kompleks, gameplay-nya terasa organik dan fleksibel. Pemula bisa bersenang-senang dengan combo sederhana, sementara pemain pro bisa menunjukkan kreativitas lewat juggling musuh di udara.
Karakter Ikonik yang Punya Jiwa, Bukan Sekadar Animasi
Devil May Cry bukan hanya soal aksi. Ia adalah kisah tentang keluarga, dendam, dan sisi manusia dari para iblis.
Dante, si protagonis utama, adalah anak dari Sparda, iblis legendaris yang menolak menghancurkan umat manusia. Ibunya manusia biasa. Dan sejak kecil, Dante harus hidup dengan trauma: kematian ibunya, pengkhianatan saudaranya, dan perang antara dua dunia yang tak kunjung usai.
Tapi Dante tidak tumbuh jadi anti-hero gelap dan menyedihkan. Ia jadi pribadi sarkastik, flamboyan, dan kadang konyol, tapi tetap memiliki empati dan rasa keadilan. Inilah yang membuatnya menonjol dari karakter game lain.
Tokoh lain yang mencuri perhatian antara lain:
-
Vergil: Saudara kembar Dante. Pendiam, tenang, dan obsesif terhadap kekuatan. Konfliknya dengan Dante adalah inti dari DMC3 dan menjadi favorit fans.
-
Nero: Protagonis baru di DMC4. Awalnya diragukan, tapi kemudian membuktikan diri sebagai karakter kompleks dengan perjalanan emosional yang kuat.
-
Lady dan Trish: Karakter perempuan dengan kekuatan masing-masing. Lady mewakili kekuatan manusia, Trish adalah iblis yang menyerupai ibu Dante.
Yang unik dari DMC adalah bagaimana semua karakter punya motivasi jelas, dialog yang tajam, dan chemistry yang bisa membuat cutscene-nya lebih memorable dari pertarungannya sendiri.
Evolusi Seri Devil May Cry dan Cinta yang Tak Pernah Padam dari Fans
Hingga 2025, Devil May Cry telah melalui banyak fase. Beberapa di antaranya penuh pujian, tapi ada juga fase gelap yang sempat membuat fans kecewa.
Berikut timeline ringkasnya:
-
Devil May Cry (2001) – Pembuka seri, memperkenalkan Dante dan sistem stylish rank. Sangat sukses di pasaran.
-
DMC2 (2003) – Dianggap sebagai yang paling lemah. Ceritanya datar, dan Dante nyaris tidak berbicara.
-
DMC3 (2005) – Prekuel yang luar biasa. Karakter Vergil muncul, gameplay lebih dalam, dan cutscene legendaris bermunculan.
-
DMC4 (2008) – Nero dikenalkan, dengan grafik PS3 yang saat itu sangat mengesankan. Mode Special Edition menambah replay value.
-
DmC: Devil May Cry (2013) – Reboot buatan Ninja Theory. Gaya western yang dibenci fans Jepang, meski gameplay-nya cukup solid.
-
DMC5 (2019) – Kembalinya Dante dan Nero. Grafik menggunakan RE Engine, aksi makin eksplosif. Dapat pujian luas dan menjadi comeback luar biasa.
Capcom menyadari bahwa eksperimen DmC (reboot) tidak sepenuhnya disukai, dan mereka akhirnya “balik kanan” dengan DMC5. Keputusan ini disambut sorak sorai, karena fans merasa “Dante mereka yang asli” akhirnya kembali.
Hingga kini, komunitas DMC tetap aktif. Dari cosplay, fanart, hingga video combo dengan musik heavy metal latar, antusiasme tidak pernah pudar. Bahkan banyak pemain muda yang baru mengenal seri ini dari DMC5, lalu tertarik menelusuri prekuelnya.
Devil May Cry dalam Budaya Pop, dan Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Dampak Devil May Cry tidak berhenti di layar game. Ia sudah merambah ke budaya pop global:
-
Anime Devil May Cry (2007): Menyuguhkan petualangan sampingan Dante dengan gaya sinematik.
-
Komik dan novel: Banyak cerita sampingan tentang masa kecil Dante dan masa lalu Vergil.
-
Pengaruh visual: Dari fashion edgy anak-anak forum tahun 2000-an sampai tren action game seperti Bayonetta, Metal Gear Rising, dan God of War baru.
Devil May Cry berhasil mendefinisikan genre stylish action game. Ia menjadi blueprint untuk game yang ingin membuat aksi terasa keren, bukan cuma efektif.
Lalu, apa yang selanjutnya?
Spekulasi soal DMC6 sudah lama muncul. Fans berharap adanya kembalinya Vergil sebagai playable character utama, bahkan ada teori bahwa putra Nero dan pengaruh dunia manusia-iblis akan jadi tema baru. Belum ada konfirmasi resmi, tapi Capcom sudah memberi petunjuk bahwa Devil May Cry masih hidup dan siap kembali.
Selain itu, pada 2024 diumumkan bahwa Devil May Cry akan diadaptasi jadi serial animasi Netflix oleh kreator Castlevania. Ini jadi kabar besar yang menunjukkan bahwa DMC tidak hanya bertahan—tapi berkembang di ranah media yang lebih luas.
Penutup: Gaya, Emosi, dan Iblis dalam Satu Paket
Devil May Cry bukan sekadar game tentang membunuh iblis. Ia adalah kombinasi antara pertarungan stylish, karakter kuat, dan kisah emosional yang menyentuh banyak gamer selama dua dekade.
Setiap game-nya bukan hanya soal siapa yang paling kuat, tapi tentang pilihan, kehormatan, dan mencari jati diri di tengah dunia yang abu-abu. Dante dan saudaranya bukanlah tokoh hitam-putih. Mereka penuh konflik, kelakar, dan bahkan rasa bersalah. Dan itulah yang membuat mereka terasa nyata.
Saat banyak game aksi lain mulai melupakan sisi emosional, Devil May Cry tetap berdiri sebagai pengingat bahwa gaya tidak harus mengorbankan isi.
Dan seperti Dante bilang di akhir salah satu misinya, “Jackpot.”
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Gaming
Baca Juga Artikel dari: My Little Pony: Warna, Sahabat & Nilai Kehidupan