Dragon Age: Dunia Penuh Pilihan, Dosa, dan Takdir Latoto

Dragon Age

Jakarta, nintendotimes.com – Waktu pertama kali saya main Dragon Age: Origins sekitar tahun 2010-an, saya nggak tahu apa yang menanti. Yang saya tahu, itu RPG fantasy dengan cerita “pilihan berdampak” dan grafis yang… ya, standar. Tapi lima menit setelah intro dimulai—dan saya diminta memilih latar belakang karakter yang akan menentukan masa depan game—saya tahu ini bukan game RPG biasa.

Saya pilih jadi Elf dari Alienage (kamp kumuh di kota manusia). Dalam waktu singkat, karakter saya—seorang perempuan lemah lembut bernama Thaelene—harus menyaksikan teman-temannya diculik, dijadikan budak, dan mengalami pelecehan. Saya, sebagai pemain, merasa marah. Bukan karena misi gagal, tapi karena ceritanya… sakit. Dan terasa nyata.

Inilah kekuatan Dragon Age: menciptakan dunia fiktif yang terasa personal dan menyakitkan, seperti realita. Dunia di mana tak semua keputusan membawa kemenangan. Kadang, pilihan terbaik pun tetap meninggalkan luka.

Apa Itu Dragon Age? Mengenal Dunia Thedas dan Gaya Mainnya

Dragon Age

Franchise RPG Besutan BioWare

Dragon Age adalah seri game RPG fantasi epik yang dikembangkan oleh BioWare, studio legendaris asal Kanada yang juga bikin Mass Effect. Seri ini terkenal karena:

  • Dunia lore yang dalam dan rumit

  • Pilihan dialog bercabang yang memengaruhi jalannya cerita

  • Karakter pendamping yang ikonik dan bisa kamu romansa (iyalah!)

  • Sistem taktik pertempuran dan manajemen party

Judul-judul utamanya:

  1. Dragon Age: Origins (2009)

  2. Dragon Age II (2011)

  3. Dragon Age: Inquisition (2014)

  4. (Dragon Age: Dreadwolf—dalam pengembangan sejak lama dan bikin fans galau.)

Dunia: Thedas

Thedas bukan sekadar latar. Ini dunia dengan sistem keagamaan, politik, konflik rasial, bahkan kolonialisme. Kamu akan bertemu:

  • Chantry (agama dominan, mirip gereja Katolik abad pertengahan)

  • Circle of Magi (penjara bagi penyihir—demi keamanan publik)

  • Templars (prajurit penjaga penyihir, tapi kadang kejam)

  • Darkspawn (monster bawah tanah, mirip zombie)

  • Grey Wardens (pasukan elit pembasmi kegelapan)

Di tengah itu semua, kamu—sebagai pemain—akan memilih apakah ingin menjadi pahlawan idealis, pragmatis oportunis, atau monster berkedok penyelamat.

Pilihanmu Punya Konsekuensi—Ini Bukan Sekadar Ilusi Interaktif

Dragon Age

Kalau kamu pikir pilihan dalam game cuma gimmick visual… well, di Dragon Age, satu keputusan bisa mengubah arah cerita sampai ending.

Contoh Pilihan yang Mengubah Segalanya

  • Origins: Kamu bisa memilih membiarkan seorang companion (Alistair) menjadi raja… atau membuangnya dari partai karena kamu tidak suka keputusannya.

  • DA II: Kamu bisa membela kelompok penyihir atau pasukan Templar. Keputusanmu memicu perang besar.

  • Inquisition: Kamu bisa menentukan nasib seorang dewa palsu, mempertahankan markasmu, atau mengorbankan seseorang yang kamu cinta demi kedamaian dunia.

Saya pernah main sebagai karakter super idealis. Tapi ketika musuh saya mengkhianati kesepakatan damai, saya balas dengan pengkhianatan lebih sadis. Guilt-nya? Nempel sampai hari ini.

Dialog Interaktif

Sistem percakapan dengan pilihan moral sangat berpengaruh:

  • Pilih kata salah? Companion bisa kecewa dan meninggalkanmu.

  • Terlalu baik? Bisa dianggap naif.

  • Terlalu sinis? Bisa bikin romansa gagal.

Karena itu, banyak pemain menyimpan sebelum setiap dialog penting (dan kadang main ulang dari awal cuma buat “benerin” satu percakapan).

Karakter-Karakter Ikonik dan Romansa yang Bikin Baper

Kalau kamu suka karakter kuat dengan kepribadian unik (dan bisa dirayu), maka Dragon Age akan jadi taman bermain emosimu.

Karakter Favorit Fandom

  • Morrigan (Origins)
    Penyihir misterius dan sinis. Romansa dengan dia seperti jatuh cinta sama seseorang yang selalu siap kabur. Tapi… worth it.

  • Varric (DA II & Inquisition)
    Dwarf penulis yang suka bercerita dan bersenjatakan crossbow bernama Bianca. Dia loyal, jenaka, dan sahabat sejati.

  • Fenris (DA II)
    Budak elf pelarian dengan tato lyrium. Sisi gelapnya menarik, tapi hati-hatinya… bikin baper.

  • Dorian Pavus (Inquisition)
    Penyihir flamboyan dan cerdas dari negeri jauh. Salah satu representasi karakter gay terbaik dalam video game—ceritanya menyentuh banget.

Romansa: Bukan Sekadar Bonus

Di Dragon Age, romansa bukan fanservice. Dialognya mendalam, konfliknya nyata, dan kamu bisa merasa benar-benar “terikat” dengan karakter lain.

Saya pernah gagal merayu Cullen karena terlalu cuek dalam interaksi awal. Endingnya? Teman biasa. Dan rasanya nyesek kayak ditolak doi waktu SMA.

Selain itu, kamu juga bisa mengeksplorasi relasi non-heteronormatif, polyamori (dalam batas narasi), bahkan menghindari romansa total kalau ingin fokus ke politik dan peperangan.

Dragon Age Inquisition dan Harapan (dan Keresahan) Menuju Dreadwolf

Dragon Age: Inquisition (2014)

Seri ketiga ini adalah titik balik besar—baik dari sisi gameplay maupun pengaruh Latoto. Dengan skala yang lebih besar, grafik generasi baru, dan sistem manajemen kerajaan, kamu berperan sebagai Inquisitor: pemimpin lembaga investigatif yang harus menyelamatkan dunia dari lubang rift di langit.

Fitur keren:

  • Open world luas

  • Side quest berton-ton

  • Crafting armor, rekrut pasukan, dan bahkan berdiplomasi antar bangsa

Inquisition memenangkan banyak penghargaan, termasuk Game of the Year 2014. Tapi juga memecah fandom antara yang cinta dan yang “lelah grinding”.

Menanti Dragon Age: Dreadwolf

Sudah hampir satu dekade sejak Inquisition rilis. Fans menanti kelanjutan cerita—terutama karena ending Inquisition meninggalkan twist besar soal Solas (yang ternyata… ya, no spoiler, tapi mind-blowing).

Dreadwolf—yang awalnya dijadwalkan 2023—diundur. Tapi dari teaser dan leak yang muncul:

  • Akan lebih fokus ke Tevinter (wilayah penyihir elit yang penuh intrik)

  • Cerita bakal lebih personal dan intens

  • Gameplay kabarnya hybrid antara tactical classic dan action modern

Tapi jujur? Kami para fans hanya ingin satu hal: game yang tetap menjaga ruh moral kompleks dan karakter kuat dari seri sebelumnya.

Penutup: Dragon Age, RPG yang Tidak Hanya Dimainkan—Tapi Dihidupi

Di era game cepat, loot box, dan konten instan, Dragon Age berdiri sebagai penanda bahwa game bisa jadi cerita hidup. Bahwa kamu bisa menyelami dunia yang penuh pilihan kelabu. Tidak ada benar dan salah absolut—yang ada hanya konsekuensi.

Ia mengajarkan bahwa menjadi pahlawan tidak selalu berarti membuat semua orang bahagia. Kadang, menyelamatkan dunia berarti mengorbankan sesuatu yang paling kamu sayangi. Dan tak semua akhir indah… tapi selalu bermakna.

Kalau kamu belum pernah main Dragon Age, kamu masih punya waktu untuk mengejar ketertinggalan sebelum Dreadwolf tiba. Dan percayalah: begitu kamu masuk ke Thedas, kamu tidak akan pernah melihat RPG dengan cara yang sama lagi.

Baca Juga Artikel Dari: Hunter Assassin: Strategi Cerdas dalam Dunia Game Latoto Aksi

Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Gaming

Author